Minggu, 27 Oktober 2013

studi hadits

Hadits Menurut Muhadditsun
Para ulama’ hadits mensinonimkan pengertian hadits dengan sunnah. Sunnah didefinisikan sebagai berikut :
“Sunnah dalam pengertian para ahli hadits adalah segala riwayat yang berasal dari rasulullah baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan (taqrir), sifat fisik dan tingkah laku, beliau baik sebelum diangkat menjadi rasul (seperti Tahannuts beliau di Gua Hira’) maupun sesudahnya.”
Hadits menurut Ushuliyyun
Menurut para Ahli Ushul Fiqh, mereka juga mensinonimkan pengertian Hadits dan sunnah. Definisi mereka seperti berikut :
“Al-Sunnah menurut pengertian Ulama Ushul Fiqh adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW selain Al-Qur’an, berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapan (taqrir) beliau, yang dapat dijadikan sebagai Dalil Hukum Syari’ah.”
Hadits menurut Fuqaha’
“Para Fuqaha’ mendefinisikan sunnah sebagai segala perbuatan yang ditetapkan oleh Rasulullah, namun pelaksanaannya tidak sampai kepada tingkat Wajib.
Masalah diseputar definisi hadits, lazim terkait dengan bentuk-bentuk ungkapan hadits tersebut, yakni Qawl (perkataan), fi’il(perbuatan), taqrir(ketetapan), sifati(sifat-sifat), dan bahkan hammiyah (cita-cita) Nabi SAW, yang belum terwujudkan atau terlaksanakan.
Unsur-unsur Hadits
Struktur hadits terdiri dari tiga hal, yakni : sanad, matan dan perawi terakhir (Mukharijj Al Hadits).
Sanad adalah diartikan sebagai sesuatu yang dijadikan sebagai sandaran, sedangkan dalam penertian istilah sanad adalah rangkaian perawi hadits yang menghubungkan kepada matan (teks/isi hadits).
Matan adalah sesuatu yang terangkat dari bumi, sedangkan secara istilah pembicaraan(kalam) atau materi berita yang disampaikan setelah sanad terakhir. Dengan kata lain, matan adalah isi/materi/teks hadits itu sendiri.
Perawi (Mukharrij Al Hadits) yaitu orang yang meriwayatkan hadits , lalu arti Mukharrijj al Hadits digunakan untuk menunjuk orang yang disamping meriwayatkan hadits, juga menuliskan hadits-hadits tersebut dalam kumpulan tulisan atau kitab mereka.

Dalil-dalil kehujjahan Hadits
Penempatan hadits sebagai sumber hukum islam didasarkan pada beberapa dalil Al-Qur’an, diantaranya terdapat dalam QS.An-Nisaa : 59 berikut :
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrŠãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's? ÇÎÒÈ  
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Dalil semakna juga dapat ditemukan dalam QS. An Nisaa : 80 ,
`¨B ÆìÏÜムtAqߧ9$# ôs)sù tí$sÛr& ©!$# ( `tBur 4¯<uqs? !$yJsù y7»oYù=yör& öNÎgøŠn=tæ $ZàŠÏÿym ÇÑÉÈ  
Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.
Kedua ayat tersebut, setidaknya mengisyaratkan adanya perintah kepada orang-orang yang beriman, untuk ta’at kepada Allah dan Rasul berarti ta’at kepada Al-Qur’an dan Hadits. Seseorang dikatakan ta’at kepada Allah kalau dia juga Ta’at kepada Rasul-Nya dan demikian pula sebaliknya.
Fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an
Dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahw, sebagai berikut :
1.      Hadits berfungsi sebagai bayan al-tafshil.
2.      Hadits berfungsi sebagai bayan al-ta’kid.
3.      Hadits berfungsi sebagai bayan al-muthlaq atau bayan al-taqyid.
4.      Hadits berfungsi sebagai bayan al-takhsis.
5.      Hadits berfungsi sebagai bayan al-tasyri’.
6.      Hadits berfungsi sebagai bayan al- naskh.




Hadits pada Masa Rasulullah, Sahabat, dan Era Kodifikasi
Pada masa rasulullah, ada upaya-upaya pemeliharaan terhadap hadits. Hal ini bisa dipahami karena posisi hadits sebagai sumber tasyri’. Adapun cara pemeliharaan hadits masa rasulullah menurut Muhammad ‘Ajjsj al-Khatib ada Sembilan :
1.      Dari kegiatan Nabi (ceramah, khutbah dll)
2.      Karakteristik Islam yang menyeru kepada perbuatan baik dan posisi Nabi sebagai tempat bertanya.
3.      Kegiatan para sahabat untuk menuntut Ilmu dan menyampaikannya.
4.      Umm al-mukminin yang sering menyampaikan hal-hal terkait dengan kehidupan pribadi dan rumah tangganya dengan rasulullah.
5.      Sejumlah sahabat perempuan yang menerima riwayat hadits dan penjelasan dari Umm Al mu’minin dalam menyebarluaskan hadits tersebut.
6.      Madinah sebagai Negara islam menjadikan banyaknya kabilah-kabilah yang berkunjung dan menanyakan berbagai hal kepada rasulullah.
7.      Proses pembaiatan orang-orang kafir yang masuk islam akibat terjadinya Fath Makkah.
8.      Perintah Nabi kepada orang-orang yang menyaksikan nabi (hadits) agar disampaikan dan didakwahkan kepada yang lain.
9.      Ajakan rasulullah secara santun dan persuasive kepada raja-raja yang wilayah kekuasaannya telah ditaklukan agar memeluk agama Islam.
Hadits pada masa Sahabat
Diantara cara yang ditempuh oleh sahabat dalam menjaga otentisitas hadits adalah menyedikitkan periwayatan hadits. Seperti kebijakan Abu Bakar untuk menerima Hadits dengan syarat adanya saksi, atau Ali ibn Abi Thalib yang mensyaratkan sumpah bagi orang yang meriwayatkan hadits, maka kemungkinan hadits yang muncul tidak shahih tidak terjadi, atau paling tidak bisa diminimalisir pada masa sahabat. Namun demikian, masih ada kemungkinan bahwa hadits-hadits tidak yang tidak dapat dipertanggung jawabkan keshahihannya di era sahabat tersebut.
Kodifikasi Hadits
Kodifikasi hadits yang dilakukan pada masa ini adalah menuliskan dan mengumpulkan beberapa naskah serta menyusun kedalam bab-bab, lalu disusun kedalam satu kitab yang dinamakan dengan Mushannaf atau Jami’.  Diantara kelemahan kitab-kitab ini, adalah bercampurnya hadits nabi dengan Fatwa sahabt dan tabi’in. karya Era ini yang sampai ke tangan kita hanyalah kitab Al-Muwaththa’ karya Imam Malik.
Pengertian Ilmu Hadits. Sejarah perkembangan dan cabang-cabangnya
Ilmu Hadits adalah ilmu yang bersangkutan dengan Hadits, yang secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu Ilmu Hadits Riwayah dan Ilmu Hadits Dirayah. Munculnya sejumlah cabang-cabang ilmu hadits yang sedemikian banyak, sebenarnya hanya merupakan segmentasi dari dua ilmu tersebut. Dengan kata lain, induk dari banyaknya ilmu hadits tersebut adalah Ilmu Hadits Riwayah dan Ilmu Hadits Dirayah. Ilmu hadits Riwayah adalah ilmu untuk mengetahui cara-cara penukilan, pemeliharaan dan pembukuan atas apa-apa yang disandarkan kepada Nabi baik berupa perkataan, perbuatan atau ikrar beliau. Ilmu Hadits Dirayah adalah ilmu untuk mengetahui hal ikhwal sanad, matan, cara menerima dan menyampaikan hadits, sifat-sifat rawi dan lain-lain. Cabang-cabang ilmu hadits antara lain :
1.      Ilmu Rijal Al-Hadits
2.      Ilmu Al Jarh wa At Ta’dil
3.      Ilmu Fann al Mubhammat
4.      Ilmu Tashif al Ta’riif
5.      Ilmu ‘illal al Hadits
6.      Ilmu gharib al-Hadits
7.      Ilmu al-Nasikh wa al-Mansukh
8.      Ilmu Asbab Wurud al-hadits
9.      Ilmu Talfiq al hadits
10.  Ilmu Mutshalah al-hadits
TAHAMMUL WA ADA’ AL HADITS
Kata tahmmul merupakan bentuk mashdar dari kata tahammala, tahammulan yang secara etimologi berarti menerima. Sedangkan menurut pengertian Istilah, yang dimaksud dengan Tahammul adalah penjelasan mengenai cara-cara para periwayat dalam mengambil atau menerima hadits dari gurunya. Sedangkan kata ada’ merupakan isim Mashdar dari ‘adda, yuaddi’, ada’an yang secara etimologis berarti menyampaikan atau menunaikan. Sedangkan menurut Istilah, ada’ al-hadits adalah penjelasan mengenai cara-cara menyampaikan hadits yang diterima oleh para periwayat hadits dari Syaikh atau Gurunya. Jadi dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Tahammul wa ada’ al hadits adalah penjelasan mengenai cara-cara menerima atau mendapatkan hadits dari syaikh dan bagaimana cara menyampaikannya dengan sighat-sighat (lambang-lambang) yang tertentu pula.
KLASIFIKASI HADITS DITINJAU DARI BERBAGAI ASPEK
Hadits ditinjau dari segi bentuknya dapat dibagi menjadi lima, yakni hadits qawli, hadits fi’li, hadits taqriri, hadits shifati dan hadits hammi. hadits ditinjau dari sifatnya dibagi menjadi dua, yaitu hadits Qudsi dan Nabawi. Hadits ditinjau dari jumlah perawinya dibagi menjadi dua yaitu, hadits Mutawatir dan hadits Ahad. Hadits berdasarkan Kualitasnya dibagi menjadi tiga bagian, yakni Shahih, Hasan dan Dha’if.

HADITS SHAHIH
Hadits Shahih adalah hadits yang sanadnya tersambung, dikutip oleh orang yang adil lagi cermat dari orang yang berkualitas sama, bersambung sanadnya dari awal hingga akhir pada Rasulullah (atau juga kepada sahabat, atau tabi’in), bukan hadits syadz dan terkena ‘illat, yang menyebabkan cacat dalam penerimaannya. Syarat-syarat hadits Shahih yaitu ketersinambungan sanad, perawi bersifat adil (memiliki kualitas pribadi yang prima), perawi bersifat Dhabit (memiliki kapasitas intelektual yang mumpuni), terhindar dari Syadz (kerancuan dan kejanggalan) dan terbebas dari ‘illat (cacat tersembunyi yang dapat merusak kualitas hadits).
HADITS MAUDHU’
Hadits Maudhu’ didefinisikan sebagai hadits yang dibuat-buat, diada-adakan, berupa kedustaan yang disandarkan kepada Rasulullah SAW. Faktor-faktor penyebab munculnya Hadits Maudhu’ yakni :
1.      Pertentangan Politik
2.      Usaha dari Musuh islam untuk merusak dan menghancurkan islam.
3.      Fanatic kekuasaan, kebebasan, dan kultus individu terhadap imam dan Madzhabnya.
4.      Memikat masyarakat dengan cerita dan nasehat.
5.      Keinginan seseorang untuk berbuat baik.
6.      Mendekatkan Diri kepada Penguasa.
Ciri-ciri hadits maudhu’ yaitu pada sanadnya :
-          Pengakuan dari seseorang perawi bahwa ia telah memalsukan hadits dan ia menyebutkan hadits yang dipalsukannya.
-          Fakta sejarah menunjukkan bahwa perawi itu tidak pernah bertemu dengan orang yang dikatakannya sebagai guru.
-          Kedustaan perawi. Perawi itu terkenal berdusta dlam meeriwayatkan hadits dan riwayatnya tidak pernah diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya.
Ciri pada Matan :
-          Kerancuan Redaksi
-          Kerancuan Makna.
INGKAR AL-SUNNAH
Inkar al-sunnah adalah golongan kaum muslimin yang meragukan kehujjahan dan menolak Al-Sunnah sebagai sumber Syari’at Islam setelah Al-Qur’an. Al-Syafi’i membagi golongan ini menjadi tiga, yaitu : 1) golongan yang menolak secara keseluruhan; 2) golongan yang menolak Al-Sunnah, kecuali bila sunnah itu memiliki kesamaan dengan petunjuk Al-Qur’an; 3) golongan yang menolak sunnah yang berstatus ahad.
ORIENTALISME DAN HADITS
Orientalisme adalah paham tentang dunia timur/ketimuran. Secara Istilah, Orientalisme merupakan salah satu disiplin keilmuan yang termasuk dalam aliran pemikiran Pencerahan Eropa, yang mempelajari tentang ketimuran (agama, budaya, bahasa, seni,sastra, musik dsb)yang menekankan pada kajian fisiologis yang kritis, yang tumbuh subur di Barat pada Abad 18-20. Dalam karya Monumentalnya, Orientalism, Edward Said. Secara lebih komprehensif menyatakan bahwa diskursus tentang Orientalisme dapat dijelaskan melalui tiga hal yang Saling berkaitan; 1) seorang orientalis adalah orang yang mengajarkan, menulis atau meneliti tentang Timur, terlepas apakah ia seorang antropolog, sosiolog, sejarawan ataupun filolog.; 2) orientalisme adalah model pemikiran yang didasarkan kepada pembedaan ontologis dan epistemologis tentang Timur dan Barat; 3) Orientalisme merupakan suatu institusi berbadan hukum untuk menghadapi duni Timur, membenarkan pandangan tentang Timur, mendeskripsikan, mengajarkan, memposisikan dan menguasainya. Dengan Kata Lain, Orientalisme merupakan cara barat untuk mendominasi, merestrukturasi dan menguasai dunia Timur.

Orientalisme bukanlah paham yang bisa dijelaskan secara tunggal, karena ia bukanlah paham monolitik. Diantara para Orientalis tersebut, ada yang memiliki concern terhadap Islam dalam pengertian mempelajari Islam sebagai Ilmu pengetahuan secara Murni, namun ada juga yang mendekati agama Islam ini secara Tendensius, baik karena tendensi agama, politik, ekonomi maupun lainnya. Oleh karena itu, secara umum kajian orientalisme terhadap islam, khususnya hadits, menurut Syahiron Syamsyuddin dapat dipetakan menjadi tiga asumsi, yakni asumsi skeptis, asumsi non skeptis, dan asumsi middle ground.