Hadits
Menurut Muhadditsun
Para
ulama’ hadits mensinonimkan pengertian hadits dengan sunnah. Sunnah
didefinisikan sebagai berikut :
“Sunnah dalam pengertian para ahli hadits adalah segala riwayat
yang berasal dari rasulullah baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan
(taqrir), sifat fisik dan tingkah laku, beliau baik sebelum diangkat menjadi
rasul (seperti Tahannuts beliau di Gua Hira’) maupun sesudahnya.”
Hadits
menurut Ushuliyyun
Menurut
para Ahli Ushul Fiqh, mereka juga mensinonimkan pengertian Hadits dan sunnah.
Definisi mereka seperti berikut :
“Al-Sunnah menurut pengertian Ulama Ushul Fiqh adalah segala
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW selain Al-Qur’an, berupa perkataan,
perbuatan maupun ketetapan (taqrir) beliau, yang dapat dijadikan sebagai Dalil
Hukum Syari’ah.”
Hadits
menurut Fuqaha’
“Para
Fuqaha’ mendefinisikan sunnah sebagai segala perbuatan yang ditetapkan oleh
Rasulullah, namun pelaksanaannya tidak sampai kepada tingkat Wajib.
Masalah
diseputar definisi hadits, lazim terkait dengan bentuk-bentuk ungkapan hadits
tersebut, yakni Qawl (perkataan), fi’il(perbuatan), taqrir(ketetapan),
sifati(sifat-sifat), dan bahkan hammiyah (cita-cita) Nabi SAW, yang belum
terwujudkan atau terlaksanakan.
Unsur-unsur
Hadits
Struktur
hadits terdiri dari tiga hal, yakni : sanad, matan dan perawi terakhir
(Mukharijj Al Hadits).
Sanad
adalah diartikan sebagai sesuatu yang dijadikan sebagai sandaran, sedangkan
dalam penertian istilah sanad adalah rangkaian perawi hadits yang menghubungkan
kepada matan (teks/isi hadits).
Matan
adalah sesuatu yang terangkat dari bumi, sedangkan secara istilah
pembicaraan(kalam) atau materi berita yang disampaikan setelah sanad terakhir.
Dengan kata lain, matan adalah isi/materi/teks hadits itu sendiri.
Perawi
(Mukharrij Al Hadits) yaitu orang yang meriwayatkan hadits , lalu arti
Mukharrijj al Hadits digunakan untuk menunjuk orang yang disamping meriwayatkan
hadits, juga menuliskan hadits-hadits tersebut dalam kumpulan tulisan atau
kitab mereka.
Dalil-dalil
kehujjahan Hadits
Penempatan
hadits sebagai sumber hukum islam didasarkan pada beberapa dalil Al-Qur’an,
diantaranya terdapat dalam QS.An-Nisaa : 59 berikut :
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ÍöDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 4 y7Ï9ºs ×öyz ß`|¡ômr&ur ¸xÍrù's? ÇÎÒÈ
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat
tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Dalil
semakna juga dapat ditemukan dalam QS. An Nisaa : 80 ,
`¨B ÆìÏÜã tAqߧ9$# ôs)sù tí$sÛr& ©!$# ( `tBur 4¯<uqs? !$yJsù y7»oYù=yör& öNÎgøn=tæ $ZàÏÿym ÇÑÉÈ
Barangsiapa
yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan Barangsiapa
yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi
pemelihara bagi mereka.
Kedua
ayat tersebut, setidaknya mengisyaratkan adanya perintah kepada orang-orang
yang beriman, untuk ta’at kepada Allah dan Rasul berarti ta’at kepada Al-Qur’an
dan Hadits. Seseorang dikatakan ta’at kepada Allah kalau dia juga Ta’at kepada
Rasul-Nya dan demikian pula sebaliknya.
Fungsi
Hadits terhadap Al-Qur’an
Dikemukakan
oleh Muhammad Abu Zahw, sebagai berikut :
1.
Hadits
berfungsi sebagai bayan al-tafshil.
2.
Hadits
berfungsi sebagai bayan al-ta’kid.
3.
Hadits
berfungsi sebagai bayan al-muthlaq atau bayan al-taqyid.
4.
Hadits
berfungsi sebagai bayan al-takhsis.
5.
Hadits
berfungsi sebagai bayan al-tasyri’.
6.
Hadits
berfungsi sebagai bayan al- naskh.
Hadits
pada Masa Rasulullah, Sahabat, dan Era Kodifikasi
Pada
masa rasulullah, ada upaya-upaya pemeliharaan terhadap hadits. Hal ini bisa
dipahami karena posisi hadits sebagai sumber tasyri’. Adapun cara pemeliharaan
hadits masa rasulullah menurut Muhammad ‘Ajjsj al-Khatib ada Sembilan :
1.
Dari
kegiatan Nabi (ceramah, khutbah dll)
2.
Karakteristik
Islam yang menyeru kepada perbuatan baik dan posisi Nabi sebagai tempat
bertanya.
3.
Kegiatan
para sahabat untuk menuntut Ilmu dan menyampaikannya.
4.
Umm
al-mukminin yang sering menyampaikan hal-hal terkait dengan kehidupan pribadi
dan rumah tangganya dengan rasulullah.
5.
Sejumlah
sahabat perempuan yang menerima riwayat hadits dan penjelasan dari Umm Al
mu’minin dalam menyebarluaskan hadits tersebut.
6.
Madinah
sebagai Negara islam menjadikan banyaknya kabilah-kabilah yang berkunjung dan
menanyakan berbagai hal kepada rasulullah.
7.
Proses
pembaiatan orang-orang kafir yang masuk islam akibat terjadinya Fath Makkah.
8.
Perintah
Nabi kepada orang-orang yang menyaksikan nabi (hadits) agar disampaikan dan
didakwahkan kepada yang lain.
9.
Ajakan
rasulullah secara santun dan persuasive kepada raja-raja yang wilayah
kekuasaannya telah ditaklukan agar memeluk agama Islam.
Hadits
pada masa Sahabat
Diantara
cara yang ditempuh oleh sahabat dalam menjaga otentisitas hadits adalah
menyedikitkan periwayatan hadits. Seperti kebijakan Abu Bakar untuk menerima
Hadits dengan syarat adanya saksi, atau Ali ibn Abi Thalib yang mensyaratkan
sumpah bagi orang yang meriwayatkan hadits, maka kemungkinan hadits yang muncul
tidak shahih tidak terjadi, atau paling tidak bisa diminimalisir pada masa
sahabat. Namun demikian, masih ada kemungkinan bahwa hadits-hadits tidak yang
tidak dapat dipertanggung jawabkan keshahihannya di era sahabat tersebut.
Kodifikasi
Hadits
Kodifikasi
hadits yang dilakukan pada masa ini adalah menuliskan dan mengumpulkan beberapa
naskah serta menyusun kedalam bab-bab, lalu disusun kedalam satu kitab yang
dinamakan dengan Mushannaf atau Jami’.
Diantara kelemahan kitab-kitab ini, adalah bercampurnya hadits nabi
dengan Fatwa sahabt dan tabi’in. karya Era ini yang sampai ke tangan kita
hanyalah kitab Al-Muwaththa’ karya Imam Malik.
Pengertian
Ilmu Hadits. Sejarah perkembangan dan cabang-cabangnya
Ilmu
Hadits adalah ilmu yang bersangkutan dengan Hadits, yang secara garis besar
dibagi menjadi dua, yaitu Ilmu Hadits Riwayah dan Ilmu Hadits Dirayah.
Munculnya sejumlah cabang-cabang ilmu hadits yang sedemikian banyak, sebenarnya
hanya merupakan segmentasi dari dua ilmu tersebut. Dengan kata lain, induk dari
banyaknya ilmu hadits tersebut adalah Ilmu Hadits Riwayah dan Ilmu Hadits
Dirayah. Ilmu hadits Riwayah adalah ilmu untuk mengetahui cara-cara penukilan,
pemeliharaan dan pembukuan atas apa-apa yang disandarkan kepada Nabi baik
berupa perkataan, perbuatan atau ikrar beliau. Ilmu Hadits Dirayah adalah ilmu
untuk mengetahui hal ikhwal sanad, matan, cara menerima dan menyampaikan
hadits, sifat-sifat rawi dan lain-lain. Cabang-cabang ilmu hadits antara lain :
1.
Ilmu
Rijal Al-Hadits
2.
Ilmu
Al Jarh wa At Ta’dil
3.
Ilmu
Fann al Mubhammat
4.
Ilmu
Tashif al Ta’riif
5.
Ilmu
‘illal al Hadits
6.
Ilmu
gharib al-Hadits
7.
Ilmu
al-Nasikh wa al-Mansukh
8.
Ilmu
Asbab Wurud al-hadits
9.
Ilmu
Talfiq al hadits
10. Ilmu Mutshalah al-hadits
TAHAMMUL
WA ADA’ AL HADITS
Kata
tahmmul merupakan bentuk mashdar dari kata tahammala, tahammulan yang secara
etimologi berarti menerima. Sedangkan menurut pengertian Istilah, yang dimaksud
dengan Tahammul adalah penjelasan mengenai cara-cara para periwayat dalam
mengambil atau menerima hadits dari gurunya. Sedangkan kata ada’ merupakan
isim Mashdar dari ‘adda, yuaddi’, ada’an yang secara etimologis berarti
menyampaikan atau menunaikan. Sedangkan menurut Istilah, ada’ al-hadits adalah
penjelasan mengenai cara-cara menyampaikan hadits yang diterima oleh para
periwayat hadits dari Syaikh atau Gurunya. Jadi dari penjelasan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Tahammul wa ada’ al hadits adalah
penjelasan mengenai cara-cara menerima atau mendapatkan hadits dari syaikh dan
bagaimana cara menyampaikannya dengan sighat-sighat (lambang-lambang) yang
tertentu pula.
KLASIFIKASI
HADITS DITINJAU DARI BERBAGAI ASPEK
Hadits
ditinjau dari segi bentuknya dapat dibagi menjadi lima, yakni hadits qawli,
hadits fi’li, hadits taqriri, hadits shifati dan hadits hammi. hadits ditinjau
dari sifatnya dibagi menjadi dua, yaitu hadits Qudsi dan Nabawi. Hadits
ditinjau dari jumlah perawinya dibagi menjadi dua yaitu, hadits Mutawatir dan
hadits Ahad. Hadits berdasarkan Kualitasnya dibagi menjadi tiga bagian, yakni
Shahih, Hasan dan Dha’if.
HADITS SHAHIH
Hadits Shahih adalah hadits yang
sanadnya tersambung, dikutip oleh orang yang adil lagi cermat dari orang yang
berkualitas sama, bersambung sanadnya dari awal hingga akhir pada Rasulullah
(atau juga kepada sahabat, atau tabi’in), bukan hadits syadz dan terkena ‘illat,
yang menyebabkan cacat dalam penerimaannya. Syarat-syarat hadits Shahih
yaitu ketersinambungan sanad, perawi bersifat adil (memiliki kualitas pribadi
yang prima), perawi bersifat Dhabit (memiliki kapasitas intelektual yang
mumpuni), terhindar dari Syadz (kerancuan dan kejanggalan) dan terbebas dari ‘illat
(cacat tersembunyi yang dapat merusak kualitas hadits).
HADITS MAUDHU’
Hadits Maudhu’ didefinisikan sebagai hadits yang
dibuat-buat, diada-adakan, berupa kedustaan yang disandarkan kepada Rasulullah
SAW. Faktor-faktor penyebab munculnya Hadits Maudhu’ yakni :
1.
Pertentangan
Politik
2.
Usaha
dari Musuh islam untuk merusak dan menghancurkan islam.
3.
Fanatic
kekuasaan, kebebasan, dan kultus individu terhadap imam dan Madzhabnya.
4.
Memikat
masyarakat dengan cerita dan nasehat.
5.
Keinginan
seseorang untuk berbuat baik.
6.
Mendekatkan
Diri kepada Penguasa.
Ciri-ciri hadits maudhu’ yaitu pada
sanadnya :
-
Pengakuan
dari seseorang perawi bahwa ia telah memalsukan hadits dan ia menyebutkan hadits
yang dipalsukannya.
-
Fakta
sejarah menunjukkan bahwa perawi itu tidak pernah bertemu dengan orang yang
dikatakannya sebagai guru.
-
Kedustaan
perawi. Perawi itu terkenal berdusta dlam meeriwayatkan hadits dan riwayatnya
tidak pernah diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya.
Ciri
pada Matan :
-
Kerancuan
Redaksi
-
Kerancuan
Makna.
INGKAR AL-SUNNAH
Inkar al-sunnah adalah golongan kaum muslimin yang
meragukan kehujjahan dan menolak Al-Sunnah sebagai sumber Syari’at Islam
setelah Al-Qur’an. Al-Syafi’i membagi golongan ini menjadi tiga, yaitu : 1)
golongan yang menolak secara keseluruhan; 2) golongan yang menolak Al-Sunnah,
kecuali bila sunnah itu memiliki kesamaan dengan petunjuk Al-Qur’an; 3)
golongan yang menolak sunnah yang berstatus ahad.
ORIENTALISME DAN HADITS
Orientalisme adalah paham tentang
dunia timur/ketimuran. Secara Istilah, Orientalisme merupakan salah satu
disiplin keilmuan yang termasuk dalam aliran pemikiran Pencerahan Eropa, yang
mempelajari tentang ketimuran (agama, budaya, bahasa, seni,sastra, musik
dsb)yang menekankan pada kajian fisiologis yang kritis, yang tumbuh subur di
Barat pada Abad 18-20. Dalam karya Monumentalnya, Orientalism, Edward
Said. Secara lebih komprehensif menyatakan bahwa diskursus tentang Orientalisme
dapat dijelaskan melalui tiga hal yang Saling berkaitan; 1) seorang orientalis
adalah orang yang mengajarkan, menulis atau meneliti tentang Timur, terlepas
apakah ia seorang antropolog, sosiolog, sejarawan ataupun filolog.; 2)
orientalisme adalah model pemikiran yang didasarkan kepada pembedaan ontologis
dan epistemologis tentang Timur dan Barat; 3) Orientalisme merupakan suatu
institusi berbadan hukum untuk menghadapi duni Timur, membenarkan pandangan
tentang Timur, mendeskripsikan, mengajarkan, memposisikan dan menguasainya.
Dengan Kata Lain, Orientalisme merupakan cara barat untuk mendominasi,
merestrukturasi dan menguasai dunia Timur.
Orientalisme bukanlah paham yang
bisa dijelaskan secara tunggal, karena ia bukanlah paham monolitik. Diantara
para Orientalis tersebut, ada yang memiliki concern terhadap Islam dalam
pengertian mempelajari Islam sebagai Ilmu pengetahuan secara Murni, namun ada
juga yang mendekati agama Islam ini secara Tendensius, baik karena tendensi
agama, politik, ekonomi maupun lainnya. Oleh karena itu, secara umum kajian
orientalisme terhadap islam, khususnya hadits, menurut Syahiron Syamsyuddin
dapat dipetakan menjadi tiga asumsi, yakni asumsi skeptis, asumsi non skeptis,
dan asumsi middle ground.